A. Tahun
Kelahiran Nabi Muhammad SAW(Kisah Raja Abraham menyerbu Mekkah)
Bercerita tentang Abraham yg
ingin menghancurkan ka’bah di ceritakan dalam q.s al-fil yg berbunyi:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ
فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ (1)
أَلَمْ يَجْعَلْ
كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ (2)
وَأَرْسَلَ
عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ (3)
تَرْمِيهِمْ
بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ (4)
فَجَعَلَهُمْ
كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ (5)
1. Apakah kamu
tidak memperhatikan bagaimana Rabbmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?
2. Bukankah Dia
telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?
3. Dan Dia
mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
4. Yang melempari
mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,
5. Lalu Dia
menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).
Surat Al-Fiil mengemukakan cerita pasukan bergajah dari Yaman yang
dipimpin oleh Abraham yang ingin meruntuhkan Ka’bah di Mekkah. Peristiwa ini
terjadi pada tahun Nabi Muhammad SAW dilahirkan.
Abraham Al-’Asyram (Arab أبرهة الأشرم, Abraham Al-Habsyi) adalah
seorang gubernur dari Abyssinia (Kekaisaran Ethiopia) yang telah berhasil
menaklukkan dan menjadi Raja Saba (Yaman). Penduduk Negeri itu menganut agama
Nashrani. Abraham berkeinginan agar bangsa Arab pada saat itu untuk berhaji ke
San’a, ibu kota Yaman, tidak ke kota Mekkah tempat Ka’bah berada. Untuk itu,
dia membuat sebuah gereja/katedral yang bernama Al-Qullais. Tempat ibadah ini
tiada bandingannya. Suatu saat, salah seorang dari suku Quraisy dari Mekkah
ingin merendahkan kedudukan gereja ini dengan cara membuang hajatnya di gereja.
Dia telah mengotori dinding gereja tersebut, kemudian melarikan diri.
Mengetahui hal
ini, Raja Abraham sangat murka. Dia langsung memerintahkan pasukannya untuk
menyerang kota Mekkah dan menghancurkan Ka’bah. Di antara pasukan tersebut
terdapat tiga belas ekor gajah. Gajah terbesar bernama Mahmud.
Selama perjalanan mereka menuju Mekkah, banyak suku dari Bangsa Arab
berusaha menghadang Abraham dan pasukannya, tetapi tidak ada satu pun yang
berhasil mengalahkan mereka. Akhirnya, Abraham pun mulai mendekat ke kota
Mekkah. Pasukannya beristirahat di suatu tempat bernama Mughammis yang jauhnya
beberapa mil dari Mekkah. Mereka merampas apa saja yang mereka temukan di
perjalanan, termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muthalib, si penjaga Ka’bah.
Abraham lalu mengirim utusan yang bernama Hunata, untuk menemui pemimpin
penduduk di sana. Ia berpesan bahwa mereka datang bukan untuk berperang,
melainkan hanya ingin untuk menghancurkan Ka’bah. Dan jika ingin menghindari
pertumpahan darah, maka pemimpin Mekkah harus menemuinya di kemahnya.Pemuka
kota yang mewakili penduduk Mekkah itu adalah Abdul Muthalib, kakek Rasulullah
SAW. Ketika Abraham melihat kedatangan Abdul Muthalib ke kemahnya, dia sangat
terkesan, sampai turun dari singgasananya dan menyambutnya dan duduk bersama
dia di atas karpet. Ia menyuruh juru bicaranya menanyakan kepada Abdul Muthalib
permintaan apa yang hendak diajukan. Abdul Muthalib meminta agar 200 ekor
untanya yang telah dirampas oleh pasukan Abraham agar dikembalikan.
Abraham sangat kecewa mendengarkan permintaan tersebut karena
menganggap Abdul Muthalib lebih mementingkan unta-untanya ketimbang Ka’bah yang
sedang terancam untuk dihancurkan.
Abdul Muthalib
menjawab:
”Aku adalah
pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan
melindunginya”.
“Tapi sekarang ini
Dia tak akan mampu melawanku”, Kata Abraham.
“Kita lihat saja
nanti,” Jawab Abdul Muthalib, “Tapi kembalikan unta-unta itu sekarang”. Dan
Abraham memerintahkan agar unta-unta tersebut dikembalikan.
Hasil perundingan
itu adalah Abraham akan mengembalikan unta-unta Abdul Muthalib yang telah
diambil oleh pasukannya. Adapun urusan penyerangan Kota Mekkah, maka ini
tergantung keputusan yang akan diambil oleh Abraham sendiri.
Abdul Muthalib pun kemudian memerintahkan penduduk Mekkah untuk
mengungsi dari kota tersebut, sementara Abraham memutuskan untuk melanjutkan
niatnya. Pasukannya bergerak terus menuju kota Mekkah sampai ke Lembah
Muhassir.
Dalam ekspedisinya, Abraham mempunyai seorang penunjuk jalan dari suku
arab, bernama Nufail dari suku Khats’am. Belum sampai ke Ka’bah, pasukan
tersebut dimusnahkan Allah. Allah SWT menampakkan kekuasaan-Nya, dengan
mengutus burung-burung Ababil yang membawa batu yang bernama Sijjiil. Mereka
telah terlambat, langit di ufuk barat menghitam pekat, dan suara-suara gemuruh
terdengar dengan suara yang makin menggelegar, muncul gelombang kegelapan yang
menyapu dari arah laut dan menutupi langit di atas mereka. Ketika pasukan itu
sedang berada di tengah lembah, tiba-tiba muncul sekumpulan burung. Sejauh
jangkauan pandangan mereka, langit dipenuhi beribu-ribu burung – tak terhingga
jumlahnya. Orang-orang yang berhasil selamat menceritakan bahwa burung-burung
tersebut secepat burung layang-layang dan masing-masing membawa tiga batu kecil
yang membara, satu diparuhnya dan yang lain dijepit dengan cakar di kedua belah
kakinya. Burung-burung tersebut menukik ke arah pasukan dan menjatuhkan
batu-batu itu, yang kemudian meluncur keras dan cepat menembus setiap baju.
Setiap batu yang mengenai pasukan langsung mematikan. Mereka langsung
jatuh terkapar dan tubuhnya langsung membusuk. Ada yang membusuk dengan cepat
ada juga yang perlahan-lahan.Burung-burung tersebut menghujani pasukan Abraham
dengan batu-batu kecil.Tidaklah batu itu menimpa tubuh pasukan Abraham, kecuali
tubuhnya akan hancur tercerai-berai. Mereka binasa dengan keadaan yang
mengenaskan.
Abraham Al-Ashram pun melarikan diri dalam keadaan tubuhnya hancur
sepotong demi sepotong sampai dia meninggal di Yaman.Ini merupakan kemenangan
yang Allah ‘Azza wa Jalla anugerahkan kepada penduduk Mekkah dan juga bentuk
perlindungan Allah kepada rumah-Nya, yaitu Ka’bah di Mekkah.
B. Nabi
Muhammad SAW Pada Masa Kanak-Kanak
Setelah
Nabi Muhammad lahir, oleh ibunya beliau diserahkan pada “Halimah Sa’diah” untuk
disusukan, pada saat itu, bangsa Arab , mempunyai adat kebiasaan menyusukan
anak-anaknya kepada perempuan des. Hal ini bertujuan agar anak-anaknya dapat
tumbuh dilingkungan pedesaan yang
udarahnya masih bersih. Empat tahun lamanya beliau tinggal bersama ibu
susunya di sebuah dusun Bani sa’ad.
Ketika
berumur 6 tahun, Nabi Muhammad telah kembali bersama ibundanya. Oleh beliau,
setiap tahunnya Nabi diajak pergi ke Madinah untuk berziarah ke makam
ayahandanya sekaligus bersilahturahmi ke rumah sanak saudaranya. Dalam
perjalanan pulang, di suatu tempat bernama Abwa’ (sebuah desa yang terletak
antara mekkah dan madinah), ibundanya jatuh sakit lalu meninggal disana.
Sejak
saat itu, Nabi yang telah menjadi yatim
piatu diasuh oleh kakeknya yang bernama “Abdul Muthalib”. Kakeknya ini seorang
terkemukaka di kota makka dan beliau sangat menyayangi cucunya. Bahkan nama
Muhammad adalah pemberian beliau yang artinya “ orang yang terpuji”. Tapi sayang,
kasih sayang itu tidak lama dirasakan
oleh nabi. Karena setelah dua tahun
kemudian kakek beliau meninggal. Kemuudian Nabi Muhammad SAW diasuh oleh
pamannya ‘Abu talib’.
C.
Nabi Muhammad SAW Menjadi Pengembala dan Pedagang
Sebagai anak yatim piatu yang miskin yang ikut pamannya Abu Thalib yang
juga tidak kaya, beliau berusaha untuk membantu meringankan beban pamannya
mencari tambahan penghasilan apa saja yang halal. Salah satunya yang tercatat
dalam sejarah adalah bekerja sebagai penggembala kambing milik kerabat dan
tetangga.Nabi Muhammad menggembala kambing milik kerabat dan orang-orang Makkah
ke sekeliling gurun untuk merumput. Gaji yang didapatnya akan diberikan pada
pamannya.
Pada saat menggembalakan kambing itu, Muhammad SAW memperlakukan kambing-kambingnya
dengan “perikehewanan”. Saat berada di padang rumput yang luas pun Muhammad SAW
mendapatkan banyak inspirasi dari alam semesta yang damai berkat ciptaan-Nya.
Beliau benar-benar mengagungkan sang Pencipta alam raya saat menyaksikan
keindahan semesta.Dari pembelajaran menggembala kambing ini, ada beberapa
pelajaran yang bisa diambil dari sana. Pertama, pelajaran kesabaran. Seorang
penggembala tak bisa menjadi baik jika tak memiliki kesabaran saat
menggembalakan kambingnya.Ratusan kambing yang digembalakan tentu membutuhkan
kesabaran lebih yang membutuhkan waktu tak sebentar. Meski di sela padang
rumput, namun kondisi alam di jazirah Arab yang panas mengharuskan penggembala
memiliki kesabaran yang ekstra..Pelajaran kedua adalah pembelajaran menjadi
seorang yang rendah hati atau tawadhu. Tentu saja ada sebagian masyarakat yang
masih memandang sebelah mata terhadap pekerjaaan penggembala. Namun, Muhammad
SAW tak melihat dengan kacamata yang sempit. Di balik pekerjaan sebagai
penggembala terdapat hikmah yang besar dalam kehidupannya di masa yang akan
datang.Pelajaran ketiga, belajar menjadi seorang pemberani. Hal ini terkait
dengan rawannya hewan-hewan gembalaan itu diserang oleh binatang-binatang buas
seperti ular dan lainnya yang mengincar kambing. Di sinilah dibutuhkan
keberanian dari seorang penggembala untuk melindungi kambing-kambingnya dari
gangguan binatang buas.
Ketika ia mencapai umur 20 tahun, Nabi Muhammad
SAW. Menyertai pamannya dalam berbagai kegiatan termasuk berdagang, masa ini
beliau telah mempelajari banyak ksempatan kepadanya untuk mempelajari urusan
dagang dan ekonomi maupun segi-segi sifat manusia yang berbeda-beda,. Sepanjang
masa ini ia memperlihatkan watak yang murni, dan sifat begitu yang dapat
dipercaya sehingga orang-orang di sekelinngnya menamakanya orang yang dapat
dipercaya atau al-amin. Ia menjadi terkenal dalam masyarakat mekkah karena
sifat-sifatnya ini.
Reputasi ketulusan, kejujuran, keobyektektivan
serta rasa keadilan inilah yang menyebabkan seorang pedagaang wanita mekkah
yang kaya raya dan mulia, Khadijah, orang janda, meminnta Nabi Muhammad SAW.
Untuk memimpin urusan-urusannya. Atas dorongan dan nasihat pamannya, Nabi Muhammad SAW. Menerima tawaran itu. Wajahnya,
wataknya, sopan santunya dan
urusan-uruanya itu begitu mengesankan bagi khadijah, sehingga khadijah
melamarnya, lamarannya beliau terima, karena Khadijah adalah seseorang yang
berwatak sangat mulia dan berjiwa luhur. Ketika mereka kawin. Nabi Muhammad SAW
berumur 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.